:)

welcome.............

semoga bermanfaat...^^


_salam sukses selalu :)

[mahasiswi STAIN ZAWIYAH COT KALA LANGSA]

Jumat, 03 Januari 2014

Alis dimata Osa




“khm, namaku Imanosa Zakia, panggil saja Osa. Aku pindahan dari SMA Unggul Suaka Mudi. Aku lebih suka menyendiri dan kurang senang dengan suasana yang ribut atau tidak tenang. Cukup ini saja tentangku.”
Suasana kelas mulai tak acuh, sepertinya mereka menyadari kejanggalan dari apa yang kuucap dengan lantang didepan kelas beberapa detik yang lalu. Dan guru itu -akh entah siapa nama beliau- menyuruhku mengambil tempat kosong dibangku paling belakang. Tapi aku memilih duduk di bangku kedua dari belakang, karena kebetulan hari itu kosong, dari pada aku harus duduk dengan laki-laki yang sok cool (kelihatan dari tampangnya).
***
Pasir-pasir halus di samping lapangan basket kubiarkan mengotori sepatuku, angin terus memainkan tiap helaian rambutku yang hitam dan sedikit ikal ini. Tapi aku nyaman, nyaman karna tak seorangpun yang menghampiriku. Aku duduk menyilang di pinggiran lapangan basket sesekali mendengar suara pantulan basket mendekatiku. Tapi tak peduli, ya bagaimana aku bisa peduli, sedari awal kuambil posisi dudukku, mataku terus terpejam tanpa melihat bola basket yang menari-nari di depanku. Sesekali aku mendengar jeritan dengan suara nge-bas (pastinya suara laki-laki) yang memakiku. mungkin karena aku tak peduli bola hampir menyambar wajahku, atau mungkin karena aku tak menghiraukan suara mereka yang memerintahkan tanganku harus menyentuh bola yang lari dari arena dan kembalikan pada mereka. Akh. Terserah. Aku masih duduk dengan mata terpejam dan tenggelam dengan imajinasiku.
***
 Ini hari kedua ku memasuki kelas ini. Hmm, ditempat dudukku kemarin ada dua tas. Tanpa peduli apa-apa, kupindahkan tas yang satunya ke bangku belakang, dan kuganti dengan tas ku. Beberapa penghuni kelas melihat sinis kearahku, dan aku tahu, sebagiannya lagi bahkan tak peduli. Kulirik bangku belakangku untuk memastikan keberadaan tas yang kucampakkan begitu saja, eh, malah si sok cool yang nongol. Matanya tajam kearahku, dan aku tak suka. Kutunjukkan dua jariku yang seolah-olah akan meluncur ke matanya, hanya sebagai peringatan untuk matanya yang membuatku semakin membenci gayanya itu.
Kukeluarkan buku bersampul coklat dengan gambar-gambar robot di covernya. Kubuka pada lembaran berwarna merah. Dan kutambahkan ”177. Si Sok Cool”. Yeah, dia adalah makhluk muka bumi ini yang membuat aku membencinya, dan dia tepat pada urutan ke seratus tujuh puluh tujuh. Sedikit kuberi lambang dengan emot hidung pinokio (karena hidungnya yang mancung), hanya sebagai tanda.
“tas Ela kok di belakang sih..?? Mia, knp gak bilang sih ma dia kalo disini  aku yang duduk..” hmm, si Ela yang sebenarnya duduk di bangku ini. Aku langsung menyimpulkan dia juga menyebalkan. Tapi masih pada posisi rendah, dan aku tetap tidak peduli. Entah dimana dia duduk setelah beberapa percakapan panjang antara dia dan beberapa penghuni kelas lainnya.
Pelajaran berlangsung dengan sedikit membosankan. Dan aku menghabiskan waktu dengan menggambar. Spontan aku menendang kursi didepanku dari bawah kolong. Bagaimana tidak, guru Bahasa Indonesia itu tidak mengatur intonasinya dengan baik, sehingga sesekali nada ‘do’-nya mengejutkanku yang sedang serius mengamati gambar di dalam ruang imajinasiku, sungguh menyebalkan !, dan lagi-lagi aku tak peduli si pemilik bangku didepanku mencibiriku dengan bibirnya yang merah menor seperti habis makan sekarung cabai. Selesai si guru berpidato didepan, selesai pula doodle-ku. Yeah kutulis tanggal hari ini di sudut kanannya. Dan tak lupa, ‘Os-a’ sebagai inisial milikku.
***
Tepat sebulan aku menjalani hari-hari di rumah baru dan sekolah baru. Tak satupun ada yang mendekatiku. Hanya saja teman-teman sekelas yang sesekali mengajakku berbicara seperlunya. Dan aku hanya akan merespon pada beberapa teman yang kuanggap tidak memiliki kelainan seperti kebanyakan makhluk penghuni kelasku, seperti si sok cool, Ela si pemakan cabai, Ami si Amoeba (Ami model basi-bodynya memang layaknya model, tapi mengenaskan bagiku untuk mengakui lenggak lenggok yang tak menentu begituan-), dan masih banyak lagi.
            Kurebahkan tubuhku yang lelah setelah menghabiskan waktu berjam-jam bermain game. Mataku memandang lurus pada ukiran di sepanjang pinggiran plafon kamarku. Ukiran yang kudesain sendiri. Kuperhatikan ukiran demi ukiran, dan kututup mataku, begitu indah alam imajinasiku. Aku mampu melukis diatas bintang, ukiran itu sekarang diatas bintang. Begitu menyanangkan bagiku hidup dengan alamku sendiri. Sampai aku terlelap.
***
Sudah dua tahun aku tercatat sebagai alumni SMA Sakti Jakarta. Dan sudah dua tahun juga terdaftar sebagai staf di salah satu perusahaan Art Indonesia. aku masih Osa yang dulu. Yang hanya mampu bekerja sendiri dan tak bisa melewati suasana yang tidak tenang. Aku masih Osa yang hampir setiap saat masuk dalam ruang angkasa milikku, dan menggambarkannya dengan seni doodle. aku masih Osa yang tak peduli siapapun dan apa pun, yang menuliskan daftar orang-orang memuakkan pada buku bersampul coklat dan bergambar robot-robot pada covernya. Aku masih Osa yang bergerak spontan dan semauku. Dan aku Osa yang tidak pernah punya cinta. Kalimat terakhir ini membuat bulu kudukku berdiri. “apakah aku termasuk makhluk yang perlu dikasihani karena tidak memiliki cinta ?”. pertanyaan itu membaluti ubun-ubunku, yang membuatku merasa kekurangan. “Oh..tidaak..! aku Osa yang tidak peduli apapun, sekalipun itu ‘cinta’!” aku berusaha tidak men-judge keburukan atas diriku sendiri. Miris!.
***
Seperti biasa, buru-buru ke kantor itu udah menjadi bagian dari kebiasaanku. Sebelum berangkat kerja kulirik pada kalender meja kerjaku, “ha ??. Sore ini reunian.” Sekilas terencana untuk tidak ikut hadir. Lagian tidak ada yang spesial bagiku. Mereka semua sama saja.
Tiba dikantor aku dihadirkan dengan setumpuk pekerjaan. Seorang staf-Bayu namanya, dan dia masuk dalam urutan ke dua ratus sekian daftar orang yang kubenci-, mengintip kedalam bilik kerjaku, seraya berkata “Deadline-nya hari ini sa. Jangan bad mood ya.” Lontaran katanya memang sedikit menyebalkan, apa lagi diiringi cekikikan yang panjang. Tapi aku belagak seperti tidak mendengar celotehan apa-apa. Kumatikan handphone genggamku agar tak ada yang mengganggu jam kerjaku. Eh, tapi lagi-lagi, Bayu si rekan yang menjengkelkan itu mengintip kebilikku untuk yang kedua kalinya.
“Sa, kok serius amat ? santay aja lagi. Si bos pasti takut sama tampangmu yang jutek abis itu, bisa-bisa deadline untuk kamu diperpanjang tuh.hehe”
Keningku sempat berkerut mendengar siulan si Bayu yang sama sekali tak berirama itu.
“eh Sa, kenapa sih kamu kayak bunga pemakan serangga. Haha.”
Mendengar kata-kata itu aku memutar kursi dan mengarahkan pupil mataku tepat pada matanya, rasanya aku ingin menelannya hidup-hidup.
“eits, eits.. Sa, jangan marah dong. Aku tadi Cuma nanyak kamu kok serius amat. Aku Cuma mau ngajak kamu bercanda doang kok..suer. hehe.” Sepertinya dia ingin mendinginkan suasana yang baru saja membakar telingaku.
“kalau mau panggil namaku, OSA, bukan sa..sa..paham ?! dan tugas ini deadline hari ini, jadi aku harus selesaikan hari ini juga.(...) satu lagi, jangan berbicara padaku hari ini kalau gak mau kita ribut!.” Mungkin dia heran aku akan berpidato sedikit panjang untuknya. Dan mungkin juga ini perdana aku menjabarkan kata demi kata sepanjang itu selama berada dikantor ini. Kembali kuputar kursi dan melanjutkan tugasku. Entah bagaimana wajah si Bayu, dan yang penting dia tak lagi bersiul-siul tanpa irama.
***
“huaaaaa, akhirnya selesai. Tepat pukul enam.” Kuhidupkan kembali handphoneku. Dan bergegas merapikan seluruh kertas-kertas yang memenuhi meja kerjaku. Aku hanya tinggal menyerahkan berkas-berkas kerjaanku dan pulang. Melelahkan pekikku dalam hati.
Ada  12 pesan masuk di hp-ku. Semuanya pesan dari teman-teman SMAku. Dan kesemuanya menanyakan keberadaanku yang belum nongol dalam acra reunian. Aku bahkan nyaris lupa dengan reunian itu. Kututup mata dan membiarkan pikiranku tenang, tapi aku tetap saja bingung antara hadir atau tidak. Lagian, aku tidak tau rumah temanku yang mengadakan acara reunian itu, jangankan rumah, bahkan namanya saja aku tak tau. Tapi teman-temanku mengapa begitu antusias menunggu kehadiranku. Aku heran, kenapa aku jadi merasa bimbang dan berat untuk meninggalkan acara itu.
“Osa, kamu cemas banget, kenapa ? buru-buru pulang ya ? yaudah sini tugasmu biar aku kasih ke si bos, sekalian. Mau gak ?” Bayu melanggar aturan yang kubuat tadi pagi, dia berbicara lagi padaku. Hmm, tapi sepertinya aku membutuhkan keberadaannya saat ini.
“hmm, ini.” Sambil menyerahkan kertas-kertas kerjaan milikku padanya. “thanks Bay. Aku duluan.”sambil meninggalkan senyum tipis untuknya. Entah mengapa sebegitu ramahnya diriku. Tapi aku merasakan kepuasan tersendiri setelah merenggangkan otot pipiku untuk tersenyum, walaupun hanya sedikit. Oh Tuhan, trimakasih atas keajaiban ini.
***
“tolong kirim alamat tempat kita reuni. Maaf aku telat.” Itulah pesan singkat yang aku kirim ke salah satu nomor yang menanyakan keberadaanku tadi.
“kamu dimana ? biar aku jemput”
Akh, balasannya begitu bertele-tele, apa dia tidak tau aku begitu malas dengan sesuatu yang ribet.
“aku punya motor sendiri!. Kirim alamatnya saja.” Inilah pesanku yang terakhir, kalau terus begini aku lebih baik tidak hadir, begitu cakapku dalam hati. Tapi, nomor itu malah....
“halo”
“Osa, ini aku Alis. kamu dikantor kan ? aku di parkir kantormu”
Hey, si pria sok cool tenyata yang mengirim pesan bertele-tele. “ngapain kamu disini?”
“ikut aku”. Tapi suara itu bukan dari handphoneku. Ah, ternyata dia dibelakangku.
Aku diperlakukan tidak seperti ketika SMA, dia berbicara padaku. Seingatku kami tidak pernah berbicara berdua seperti ini. Aku bahkan terheran, aku yang lupa ingatan, atau malah dia yang mulai tak waras.
“kalau kecepatan kamu Cuma dua puluh, kamu akan kehilangan jejakku. Ingat itu ya wanita jutek.” what ?! you think I am a slow girl hah ?! aku hanya menjawab,
“iya.”
***
“baby...you are so sexy, so beautiful now.” Si genit Meicha menyambut kedatanganku dengan pelukan. Aku merasa begitu risih, apa lagi harus menghirup parfumnya yang terlalu mencolok. Terlebih lagi rambutnya yang membuat hidungku gatal.
“Osa, kamu tau gak, aku gak jumpa lagi deh sama manusia super aneh kayak kamu semenjak kita berstatus jadi alumni” kalimat itu diiringi tawa-tawa centil teman-temanku, aku hanya tersenyum sebisaku. Aku begitu yakin, mereka hanya merindukan sosok Osa yang aneh dimata mereka, tapi mereka pasti lupa telah menciptakan suasana tidak tenang, dan aku tidak suka itu. Aku bangkit meninggalkan kerumunan teman-temanku. Aku lapar, dan rasanya aku hanya ingin makan saja disini dan kemudian pulang.
“boleh aku duduk disini ?” suara yang mulai tak asing itu lagi-lagi terdengar, Alis.
“Ini bukan kursiku. Tanya saja pada pemilik rumah” Jawabku.
“Rahel pasti mengizinkannya, dia kan kekasihku”. Kulirik pada wajahnya, dan ternyata Alis si sok cool ini memberiku sebuah senyum kecut. Membuatku tersedak. Sepertinya nasi ditenggorokanku akan melompat keluar.
“nih, minum.” Ia menyodorkan minumanku. Akh, aku ingin ke bintang, dan meninggalkan muka bumi ini.
“sudah, aku hanya ingin berbicara sebentar saja. Sudah lama aku menunggu saat-saat begini. Aku dan kamu bisa duduk berdua, dan keadaan tidak mencekik kedua leher kita. Haha.. Osa, Osa. Imanosa Zakia.” Ia tersenyum lagi kearahku. Entah apa maksudnya, aku tak mengerti. Tapi aku memilih diam dan tak lagi menelan sebiji nasipun. Aku mendadak kenyang mendengar kalimat itu. Tapi aku tetap seperti tidak memperdulikannya.
“Imanosa Zakia, cewek jutek, keras, menyebalkan, tapi terkadang lebih cerdas dari Einsten, pernah membuatku insomnia. Haha”
Kalimatnya membuat aliran darahku berhenti, rasanya aku ingin mengganti mesin jantungku agar tidak mendadak rusak saat ini.
“haha. Membuatku insomnia dua tahun yang lalu.” Sambungnya. Kembali aku melihat senyum dibibirnya. Dan sepertinya mata Alis memergoki keteganganku.
“hmm, jadi ? kamu mau apa ?!” jawabanku memang ketus, tapi sebenarnya es es dalam jiwa ragaku saat ini telah mencair. Tuhan, bukalah pintu imajinasiku. Bawalah aku ke angkasa. Alis telah membuatku gila saat ini.
“ini, aku kembalikan.” Pria disebelahku ini memberi sebuah amplop pink berbunga dan ada lambang-lambang asmara, entah apa artinya aku tak paham.
“buka dirumah saja ya, itu surat dan pernyataan cinta yang aku siapkan saat perpisahan kita. Tapi aku kehilangan kamu saat itu, dan aku yakin kamu pasti sudah pulang. Lama aku merasa kehilangan kamu Sa, sampai pada akhirnya aku lelah menjadi diriku yang aneh seperti yang kamu kenal saat itu. Aku belajar membuka diri. Dan  walaupun kamu tersimpan dihati, aku mencoba menerima pernyataan cinta dari Rahel. Itupun baru sekitar enam bulan. Semoga kamu juga mau membuka diri untuk seseorang. Dan aku hanya akan merestui jika kamu menerima orang tersebut dengan ‘cinta’.” Hatiku bergetar mendengar kata-kata itu. Yeah, ‘cinta’. Tapi tetap saja aku mengunci rapat bibirku. Aku bahkan seolah bisu.
“iya. Hmm, Sudah gelap. Aku harus pulang. Trimakasih untuk kejujuran dan juga jemputanmu tadi.” Aku melihat kesenduan di mata Alis. aku tak menyangka semuanya mengalir begitu saja. Hanya sesaat. Seperti mimpi. Aku seperti sedang memainkan skenario di alam bawah sadarku.
“trimakasih. Aku merasa kalian bagian dari pengalamanku sepanjang hidup” itulah kata-kata yang kuucapkan pada teman-temanku sebelum beranjak meninggalkan halaman rumah Rahel.
***
Kamu benar-benar perempuan langka.
Beraninya  mencuri perhatianku.
Beraninya mengambil rasa cintaku.
Kamu.. Imanosa Zakia, perempuan yang membuat aku tau apa makna kata ‘cinta’.
Aku mencintaimu.

*maaf aku telah lama menyimpan gambar doodle yang kamu buat. Saat itu gambarmu jatuh dibawah kursimu, dan aku menyimpannya. Gambar itu begitu bersejarah Sa, sekian lama  ia terpajang didinding kamarku. Kalau kamu memberikan gambar itu untukku, itu pertanda kamu mau terus menjadi pencuri hatiku. Dan jika kamu mengambil gambar itu kembali, aku juga rela untuk memendam rasa ini tanpa tanda apa pun.

Alis Zora

Aku merasakan ada air yang mengalir deras di pipiku. Aku bahkan terisak. Ya, aku menangis. Aku menangis !. Alis juga memberiku kartu member basket club miliknya. Dan yang anehnya Alis Zora, member nomor seratus tujuh puluh tujuh. Sama seperti urutannya sebagai orang yang menjengkelkan bagiku. Apa dia tau itu urutan namanya di buku coklatku ? atau hanya sebuah kebetulan ? akh, kepalaku semakin sakit. Rasanya aku ingin mati sekarang. I hate it !.
***
Ini hari ketiga aku membiarkan mataku bengkak. Dan aku bertekad untuk meninggalkan hari burukku. Aku harus mulai membuka diri dan ‘hati’. Aku harus membangun ‘cinta’ dari hati, tapi entah pada siapa. Semoga Tuhan mengirim sosok yang spesial untukku.


by: S.Zet