Hai pena yang manis, malam ini laptop mungil berwarna hijau muda menarik saraf-sarafku
untuk menyentuhnya. Maaf malam ini aku tak berpihak padamu, pena mungil. J
Didepan layar berukuran 10 x 12cm ini aku termenung sesat. Mereka-reka
apa yang akan tertulis disana. Alhasil, terlintas wajah-wajah penuh semangat
yang samar-samar, namun aku bisa pastikan itu wajah para siswa yang belakangan
ini menjadi alasanku untuk tersenyum dan tertawa tak kenal tempat. Menjadi pelepas
gerah panasnya matahari. Yap, Mereka tak semuanya berprestasi, tapi jelas
mereka punya kecerdasan. Mereka tak semuanya patuh, tapi yang jelas sebagian
besar mereka adalah orang sukses masa depan. Mereka tak semuanya rajin, tapi
yang jelas mereka semua kreatif. Sekilas kuutarakan mereka yang menjadi warna warni
langkahku. Cukup. Tak boleh terlalu membluber, toh ini cuma ‘lisan’, alias
Lintas tuliSan.
***
Mereka
ibarat benang yang membaluti benda berbentuk tabung tak beralas dan tak pula
bertutup. Saling membelit. Mungkin benda itu tercekik. Namun, kita (red:benang
dan sang benda) bersatu (didalam ruang
berbentuk persegi, yang sering disebut kelas). Tak peduli sakitkah itu. Benda tak
bernama ingin sebuah pengakuan. Namun, jauh dari harapan, sebagian kecil yang
mengakuinya. Benda asing tak bergelar ini berputar dimuka mesin jahit hanya agar
sang benang bermanfaat, menjadi pakaian yang indah. Ketika digunakan dan
menjadi benda yang penuh manfaat, lantas pernahkah sang benang menanyakan apa
nama benda yang rela berputar-putar untuknya ?. sebagian kecil mungkin akan menjawab
“ya, tentu akan kutanyakan apa nama benda tersebut”. Namun sebagian besar
menolehpun tak sempat. Mungkin amnesia sedang menyerang. []
Hidup
ini memang cinema tak kenal ending. Para pemain berusaha memainkan perannya
dengan profesional. Namun kebanyakan mereka lupa, siapa yang mengajarkan mereka
menyebut huruf “a”, sehingga mereka mampu menghafal text berlembar-lembar. Mereka
sering lupa siapa yang mengenalkan mereka angka “1”, sehingga mereka paham
betul harus berakting ketika disebut satu..dua..tiga..action. hmm, tak hanya
mereka, namun juga ‘kita’. []
***
pengalaman menjadi penyangga. Tak luput dari rasa
jenuh yang mencolek, sesekali aku ingin duduk saja didepan kelas memandangi gerak
gerik, juga celotehan asal mereka, ya..mereka..para siswa yang ibarat benang,
benang yang akan menjadi pakaian indah dimasa depan. Dan kita semua adalah
pemain yang berusaha akting dengan profesional dilayar kaca kehidupan. Kita semua
punya guru, guru yang sering kita lupakan perannya. :’)
Saleum takzim ulon tuan keu mandum gure long..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar